Bukankah Rukun Membikin Sentosa

Foto: PROFIL: M. Syirodzul Munir. (Pribadi)

Oleh: M. Syirodzul Munir (Kader PMII Rayon Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya)

OPINI, PMII SURABAYA - Kalimat di atas merupakan sebuah kalimat yang ditulis oleh proklamator kita Bapak Ir. Sukarno dalam mengupayakan persatuan dari berbagai etnis, agama, dan kelompok lainnya yang dulu pada era penjajahan berdiri atas barisannya masing-masing. Saya mendapat kalimat itu sewaktu membaca buku karangan beliau tentang "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, sungguh kalimat yang mengubah hati serta jiwa dalam memahami bagaimana upaya para pendahulu kita untuk bersatu dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai serta kita banggakan.

Alangkah indahnya bilamana kalimat itu melekat dalam sanubari masyarakat kita, bilamana kalimat melekat pada diri setiap individu tentunya perdebatan dan tindakan diskriminasi tidak akan terjadi, walaupun beragamnya kepercayaan, keyakinan, maupun ideologi tidak berpengaruh atas munculnya tindakan anarkisme tersebut. Dari beberapa kasus di televisi sungguh menyuguhkan berita yang cukup melukai sila persatuan, perbedaan ideologi, keyakinan maupun organisasi dengan mudahnya menciptakan pertikaian yang cukup memanas.

Mengaca pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 kemarin, lahirnya dua kubu pendukung calon yang saling menghina tidak mencerminkan nilai-nilai persatuan, dan sudah menjadi titik kecolongan bagi bangsa ini. Tidak hanya itu, agama sudah tidak lagi menjadi bahan rujukan untuk perubahan akhlak dan penanaman nilai kemanusiaan, melainkan menjadi bahan ajang pertarungan politik yang hanya mementingkan kepentingan kelompok sendiri atau individu itu sendiri. Sehingga, sering kali persoalan tersebut menjadi ajang pembenaran diri "merasa paling benar sendiri" melupakan kebenaran yang memicu munculnya konflik tersebut.

Cak Nun dalam bukunya berkata, "Mencari apa yang salah dan apa yang benar, bukan siapa yang salah dan siapa yang benar", hal itu perlu dicermati untuk dapat memahami antar sesama dan mencari solusi dalam setiap masalah yang ada. Tentunya, dalam kehidupan berbangsa yang beragam ini, mementingkan kepentingan bersama adalah pokok utama dalam membangun kehidupan yang harmoni, yang damai mencerminkan kemanusiaan yang adil dan beradab, berperikemanusiaan serta berbudi luhur.

Bukankah itu yang dari dulu diajarkan oleh para leluhur kita dalam mendirikan bangsa ini, bangsa yang beragam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai persatuan, kemudian oleh para pendahulu kita dibungkus menjadi suatu ideologi satu kesatuan bangsa dalam wujud cinta tanah air yang menjadi titik mendidih dalam menyongsong kehidupan dalam wujud semangat nasionalisme. Kemudian menjadi semboyan bersama "Bhinneka Tunggal Ika" yang setiap hari kita tatap, yang setiap hari kita agung-agungkan sebagai bentuk kecintaan kita terhadap tanah air yang berkah ini. Di mana negeri kita memliki kekayaannya, kekayaan hayati hewani dan pantai indah yang membentang luas bagaikan surga dunia.

Lagi-lagi "Rukun Membikin Sentosa" terngiang-ngiang dalam pikiran ini, membayangkan betapa indah bilamana dapat tersenyum bersama didalam keberagaman ini. Mengenyampingkan perbedaan, mendahulukan kebersamaan, dan menjunjung tinggi nilai persatuan, persaudaraan sebangsa dan setanah air. Bangkitlah kemanusiaan terwujudnya keadilan dan hilanglah kebiadaban. Senantiasa para pemimpin dan masyarakat saling mengerti dan memahami tugas-tugas mereka. Agama akan terselamatkan dari namanya kambing hitam politik tidak sehat yang hanya mementingkan keuntungan pribadi, mengambil kesempatan dalam keruhnya persoalan yang datang layaknya pahlawan namun hanya janji yang diutarakan, realitas ditiadakan.

Jangan-jangan lagi agama, marginal jadi korban sudah cukup penderitaan itu, maka kembali lagi "Rukun Membikin Sentosa" akan menghantarkan kita pada kebaikan bersama, keutuhan bersama menghindarkan dari kebusukan orang-orang tidak bertanggung jawab yang hanya bisa memperkeruh suasana kemudian mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Merapatkan barisan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dengan berpayung kebangsaan guna mereduksi ancaman yang akan datang, agar saat momentumnya tiba kita tidak lagi menjadi korban, sesungguhnya orang-orang di luar sana sangat senang bilamana kita saling bertikai dengan saudara kita sendiri.

Karena dari pertikaian kita, mereka mendapatkan keuntungan di sana dan kita yang rugi. Biarkanlah situasi politik memanas antar partai politik cukup sampai di bangku mereka saja, kita rakyat hanya menilai mana yang layak untuk di pilih dan tidak, karena dari seleksi situasi tersebut pastilah terlihat mana yang benar bekerja bagi rakyat (kepentingan umum), dan mana yang hanya mengambil keuntungan sendiri.